You don't have javascript enabled. Good luck with that.
Pencarian
RDF Jadi Pilihan Terbaik Penanganan Sampah
....
photo Nugroho Sejati - Beritajakarta.id

Ketua Komisi D: RDF Jadi Pilihan Terbaik Penanganan Sampah

Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, Ida Mahmudah menegaskan penanganan sampah melalui Refused Derived Fuel (RDF) menjadi pilihan terbaik dan paling rasional saat ini.

Tipping fee per tahun saja kita sebetulnya bisa gunakan membangun dua RDF

Ida mengatakan, Komisi D menjadi mitra kerja Dinas Lingkungan Hidup (LH). Sehingga, sudah mengikuti secara detail terkait Intermediate Treatment Facility (ITF) dan RDF.

"Pada intinya, saya ingin memberikan semangat kepada Pak Heru Budi Hartono, Pj Gubernur DKI Jakarta dan Pak Asep Kuswanto selaku Kepala Dinas LH untuk bisa melaksanakan kebijakan yang baik, tidak perlu ragu atau takut," ujarnya, Rabu (9/8) malam.

Aktivis Muda Jakarta Dukung Pj Gubernur Optimalkan RDF

Ida menjelaskan, untuk ITF Sunter yang sudah ada pemenang tender pada 2 November 2020, itu terdapat klausul-klausul.

Komisi D, lanjut Ida, juga pernah memanggil PT Jakarta Propertindo/Jakpro (Perseroda) dan Dinas LH dan mendapatkan informasi kalau pemenang tidak bisa membangun atau memenuhi kesepakatan sesuai tenggat waktu maka akan diputus kontrak.

"Harusnya itu sudah dilakukan. Saya sebagai Ketua Komisi D berharap Pak Pj Gubernur segera mencabut penugasan PT Jakpro (Perseroda) dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya terkait dengan pengelolaan sampah. Jadi, pengelolaan sampah ini biar tetap dilakukan Dinas LH," terangnya.

Ida menjelaskan, Komisi D sudah melakukan kunjungan ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang untuk melihat langsung RDF.

"Saat ini memang belum bisa maksimal dengan target 2.000 ton per hari. Tapi, InsyaAllah dalam beberapa bulan ini target itu bisa dicapai. Hasil RDF bisa dijual hingga Rp 400.000 per ton," ungkapnya.

Ia menambahkan, dengan pengolahan sampah 2.000 ton per hari hanya diperlukan subsidi Rp 54 miliar per tahun. Sementara, kalau ITF itu tipping fee-nya saja sekitar Rp 2 triliun per tahun.

"Untuk tipping fee ITF itu mencapai Rp 800.000 per ton dan kontraknya 30 tahun. Kemudian, ada klausul kenaikan tipping fee mulai tahun ketiga itu tujuh sampai sepuluh persen. Belum lagi residu dari ITF ini," bebernya.

Ia merinci, dibandingkan untuk pengeluaran tipping fee yang mencapai Rp 2 triliun per tahun maka akan lebih realistis jika uang APBD itu digunakan membangun RDF. Belum lagi, untuk pembangunan empat ITF yang sudah diajukan semasa Gubernur DKI Jakarta dijabat Anies Baswedan mencapai biaya Rp 2 triliun.

"Dibandingkan untuk sekadar membayar tipping fee per tahun saja kita sebetulnya bisa gunakan membangun dua RDF. Untuk itu saya mengajak, ayo kawan-kawan kita menyelesaikan persoalan sampah tapi juga menekan seminimal mungkin pengeluaran atau penggunaan APBD," paparnya.

Ida menuturkan, penanganan sampah menggunakan ITF ini akan banyak menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sejatinya itu adalah uang rakyat.

"Inilah kenapa kami mendukung RDF. Pertama, RDF pembiayaannya tidak besar. Kedua, tidak ada tipping fee lagi," ucapnya.

Untuk itu, imbuh Ida, sebagai Ketua Komisi D dirinya sangat mendukung rencana pembangunan dua RDF lagi, masing-masing satu di Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

"Saya sebagai Ketua Komisi D yang menjadi mitra kerja Dinas LH yang menangani masalah sampah sangat mendukung RDF dibandingkan ITF. Saya ingin masalah sampah tertangani, tapi juga tidak boros dalam menggunakan APBD," tegasnya.

Menurut hemat Ida, Penyertaan Modal Daerah (PMD) yang sudah dikucurkan untuk pembangunan ITF senilai Rp 577 miliar bisa dialokasikan untuk pembangunan RDF.

"Bayangkan, satu RDF itu bisa 2.000 sampai 2.500 ton per hari. Kalau DKI itu punya RDF di tiga wilayah kota saja, misalnya Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur atau Jakarta Selatan maka bisa menangani masalah sampah hingga 7.500 ton per hari," jelasnya.

Ini artinya, Jakarta sangat mungkin tidak lagi membawa sampah ke TPST Bantar Gebang. Banyak efisensi yang bisa dilakukan, termasuk dari sisi pengeluaran untuk pengangkutan atau transportasi hingga mengurangi kemacetan.

Nantinya, TPST Bantar Gebang ini bisa dialihfungsikan kalau sampahnya sudah habis. Misalnya, bisa digunakan untuk lapangan golf yang bisa menjadi sumber PAD bagi Bekasi maupun Jakarta.

"Alhamdulillah, Pak Luhut Binsar Panjaitan, Menko Marvest juga semangat mendukung pembangunan RDF di DKI. Saya melihat ini juga sebagai peluang kalau memang ada keterbatasan anggaran kita bisa meminta bantuan pemerintah pusat untuk membangun RDF. Sekali lagi saya memberikan support kepada Pak Pj Gubernur, bahwasanya ada kritik, saran atau masukan dari kawan-kawan di DPRD itu bisa menjadi penyemangat," tandasnya.

Untuk diketahui, hasil pengolahan sampah RDF di TPST Bantar Gebang terbukti langsung diminati dunia industri, termasuk PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI).

Pemerintah Provinsi DKI berencana menjual produk RDF Plant sebesar Rp 350 ribu per ton yang dalam masa commissioning saat ini baru dijual dengan harga sekitar Rp 150 ribu per ton.

Berita Terkait
Berita Terpopuler indeks
  1. Kolaborasi Transjakarta - Telkomsel Tingkatkan Pelayanan bagi Pelanggan

    access_time19-12-2024 remove_red_eye1445 personAldi Geri Lumban Tobing
  2. Pemprov DKI Tetapkan UMSP 2025, Ini Rinciannya

    access_time16-12-2024 remove_red_eye1365 personFolmer
  3. Operasi Modifikasi Cuaca Efektif Kurangi Curah Hujan di DKI

    access_time16-12-2024 remove_red_eye1281 personBudhi Firmansyah Surapati
  4. Transjakarta Uji Coba Layanan 'Open Top Tour of Jakarta'

    access_time21-12-2024 remove_red_eye1242 personAldi Geri Lumban Tobing
  5. Pemprov DKI Raih Penghargaan Indeks Reformasi Hukum dari Kementerian Hukum RI

    access_time16-12-2024 remove_red_eye1122 personFolmer